DARI KELUARGA
WUJUDKAN GENERASI EMAS BANGSA
Oleh : M. Mahfud Farid Taufiqi
Disadari atau tidak bahwa karakter generasi muda saat ini banyak
mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan. Generasi muda sekarang,
baik di desa maupun di kota banyak menghabiskan waktunya hanya untuk bermain gadget, game
online, media sosial, dan sejenisnya, yang memang lebih
berdampak pada
sisi negatifnya daripada
sisi positifnya. Mereka hampa akan nilai-nilai budaya
lokal terhadap istilah-istilah seperti budi pekerti, tata krama, gotong royong dan
nilai-nilai luhur lainnya yang ada di bumi nusantara ini. Berbagai aktifitas kehidupan dan permainan yang sifatnya individualisme seakan-akan membuat mereka sibuk bahkan sudah tidak mengenal lagi arti pentingnya interaksi sosial, kerja sama, dan rasa kepedulian, ditambah lagi dengan kondisi lembaga pendidikan
akhir-akhir ini yang banyak menyita waktu, sehingga semakin membatasi anak-anak
untuk mempelajari berbagai kearifan lokal.
Tentunya hal ini tidak sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional termuat
dalam undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional,
pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga begitu penting dan utamanya
karakter manusia yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman, dan sejahtera. Seperti
yang telah kita ketahui
bahwa berbagai fenomena yang terjadi saat ini seperti tindak kekerasan, pelecehan seksual,
tawuran antar pelajar kerap
terjadi dalam dunia pendidikan
kita.
Beberapa contoh
kasus mengenai masalah kekerasan dalam dunia
pendidikan ini yaitu, dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara
(UMSU) yang meninggal dunia setelah ditikam mahasiswanya di kamar mandi
ketika hendak mengambil air wudu; seorang siswa SMA Negeri 7 Pulau Moti yang
tewas setelah dipukuli oknum guru honorer
dengan menggunakan mistar
kayu karena tidak mengunakan seragam batik sesuai perintah para guru. Dan masih
banyak
kasus-kasus kekerasan
dalam
dunia pendidikan di bumi pertiwi ini.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menurut survei International
Center for Research on Women (ICRW) menyimpulkan bahwa 84 persen anak di
Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka kasus kekerasan di sekolah di Indonesia ini lebih tinggi dari Vietnam (79%), Nepal (79%), Kamboja (73%) dan Pakistan (43%).
Dalam sebuah lawatan kerja DPR, Wakil Ketua Komisi
X DPR RI Fikri
Faqih menyebutkan tingginya angka kekerasan di Indonesia juga berdampak pada
penurunan kualitas pendidikan. Pendapat ini didukung
oleh sebuah fakta dari
berbagai lembaga yang melakukan studi tentang hal tersebut. Programme International Student Assessment (PISA) tahun 2015 melakukan studi
tentang kemampuan membaca, sains, dan matematika terhadap 70 negara. Dari hasil studi PISA tersebut, Indonesia menempati urutan 64 dari 70 negara. Meskipun mengalami penaikan dari urutan 71 di tahun 2012, Indonesia cukup tertinggal diantara negara-negara ASEAN lainya. Masih perlu digenjot
karena Singapura
menjadi negara di ASEAN yang menempati urutan pertama survei PISA tersebut bahkan
mengalahkan Inggris,
Jerman, Belanda1.
Dari hasil fakta yang ada menjadi sebuah tamparan keras bagi bangsa
Indonesia untuk berjuang mengatasi permasalahan ini. Krisis
multidimensi dan keterpurukan bangsa, pada hakekatnya bersumber dari jati diri, dan kegagalan
dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa. Dalam konteks
pendidikan formal di sekolah, salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif dan kurang memperhatikan aspek afektif, sehingga
hanya tercetak generasi yang pintar, tetapi
tidak memiliki karakter yang dibutuhkan bangsa. Akibatnya, praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) terjadi
dimana-mana.
Upaya untuk mewujudkan peradaban bangsa melalui pendidikan karakter, budaya dan moral, tentulah sosok Ki Hadjar Dewantara menjadi rujukan utama.
Bapak pendidikan
bangsa Indonesia ini telah merintis tentang konsep “Tri Sentra
Pendidikan” yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan guna membangun
1 Pengelola Web
KemenDikBud, “ Peringkat dan Capaian PISA Indonesia
Mengalami Peningkatan”, https://www.kemdikbud.go.i
konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga;
(ii) lingkungan sekolah; (iii) lingkungan masyarakat.
Untuk pembahasan kali ini lebih menitikberatkan pada kondisi pendidikan
di lingkung keluarga yang memang sebagi fondasi utama pendidikan. Lingkungan
keluarga merupakan wadah pendidikan yang pertama dan utama manusia
sebelum mereka mengenal pendidikan yang lainnya. Meskipun tidak memiliki
struktur kurikulum sebagaimana lazimnya lembaga sekolah, lingkungan keluarga dipercaya menjadi pondasi
yang kuat bagi pendidikan anak. Hal ini cukup beralasan karena,
anaklahirdan dibesarkandilingkungan keluarga. Keadaan inilahmenjadisaat yang
tepat untuk menanamkan nilai-nilai
karakter, budi pekerti dan tingkah laku yang baik bagi
si anak.
Maka dari itu pendidikan keluarga
ini
hendaknya diperhatikan dengan baik
oleh orangtua karena semua yang dilakukan atau ditunjukkan oleh orangtua akan
menjadi contoh atau tauladan yang nyatabagi si anak. Di negara-negara maju sudah
diterapkannya program kerja sama antara lembaga pendidikan dengan orangtua
siswa. Amerika Serikat (AS) punya program “No Child Left Behind”, yang
mendukung kerja sama sekolah dengan orangtua murid.
Sementara itu Inggris
punya “Children Plan” yang menekankan pentingnya peran orangtua dalam pendidikan anak. New Zealand memiliki “Schooling Strategy” yang memberikan sorotan pada peran orangtua dan keluarga pada pendidikan sebagai salah satu prioritas.
Dua
prioritas lainnya
adalah peningkatan kualitas
pengajaran dan praktik berbasis pembuktian. Sedangkan pendidikan di Finlandia
dikenal dengan sebutan “Parental Engagement”, dimana orangtua siswa terlibat dalam
pendidikan anak di sekolah. Jadi mereka juga secara tidak
langsung memiliki
ikatan kerjasama dengan
sekolah, Parental Engagement tersebut dilakukan dalam bentuk
diskusi bersama
orangtua dan staf
sekolah.
Bagaimana dengan Indonesia? Jajak pendapat yang diselenggarakan
Kompas padaApril2015 menunjukkan 85%publikdari326 responden mengatakan
bahwa orangtua dan keluarga memiliki
peran paling penting dalam proses pendidikan anak. Namun di sisi lain, 74% keluarga tersebut mengaku tidak
mengetahui kurikulum hinga cara belajar anaknya di sekolah. Menunjukkan betapa minimnya komunikasi
keluarga dengan
pihak sekolah.
Secara keseluruhan, peran keluarga masih dianggap minim, hanya 15%
responden keluarga yang mengatakan perkembangan sekolah pada anaknya2. Sebetulnya Indonesia memiliki kebijakan sendiri yang baru saja diresmikan pada tahun
2015. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membentuk unit dengan nama Direktorat
Pembinaan Pendidikan
Keluarga yang menangani pendidikan keluarga dan keorangtuaan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan terjaditumpangtindih
tugas dan fungsinyadengan lembaga
lain.
Dengan prinsip pendidikan lingkungan keluarga, perlu adanya gebrakan
untuk membangun generasi muda yang cerdas
dan berkarakter dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Ada 3 gagasan yang perlu di terapkan dalam dunia
pendidikan, yaitu: 1) Keluarga Studi Ceria; 2) Keluaga Studi Cerdas; 3) Keluarga Studi Akhlak
Keluarga Studi Ceria
adalah program pendidikan sekolah dengan
melibatkan orang tuamuriduntuk
mewujudkan suasanabelajar yangnyaman, aman dan kondusif. Melarang keras adanya tindak kekerasan dalam proses
belajar mengajar. Program ini terdiri dari 2 kegiatan. Pertama, musyawarah besar
setiap pergantian semester dengan melibatkan pihak sekolah, komite sekolah, dan keluarga siswa membahas sistem dan peraturan di lembaga tersebut. Kedua, pihak
keluarga mahasiswa melakukan kontrol
dan pengawasan secara
berkala dengan kunjungan ke
sekolah.
Keluarga Studi Cerdas adalah program pendidikan sekolah
dengan melibatkan orang tua murid untuk mewujudkan peserta didik yang cerdas, kreatif, inovatif, dan prestatif. Program ini berupa buku panduan orang tua, yaitu disusun oleh sekolah dan dibagikan kepada orang tua siswa
pada
awal
tahun ajaran. Buku ini berisi panduan untuk membangun kebiasaan dirumah
dan disekolah. Buku penghubung, yaitu buku komunikasi antara guru dan orang tua. Dalam buku ini
2 Moh Habib Asyhad, “Keberhasilan Si Kecil Tergantung Pada Kita Sebagai
Orangtua”, http://intisari.grid.id/index.php/
guru dapat memberikan informasi perkembangan siswa dan orang tua dapat
memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan guru. Dan Buletin Prestasi, yaitu buletin
yang terbit rutin bulanan berisikan
materi tentang pengetahuan umum khususnya pengetahuan
untuk orng tua dalam mendidik anak.
Keluarga Studi Akhlak
adalah program pendidikan sekolah dengan
melibatkan orangtuamurid untuk mewujudkan pesertadidik yangmempunyai budi
pekerti luhur sesuai
dengan norma dan budaya bangsa.
Program ini meniru metode asrama atau pondokan
yang
memang cocok untuk menanamkan budi pekerti luhur. Program ini dilaksanakan seminggu sekali, misalkan hari sabtu itu akan dilaksanakan fullday. Ini merupakan serangkaian kegiatan dimulai dari pagi hari
bersih-bersih lingkungan sekolah, permainan budaya lokal,
dan ditutup dengan pendidikan motivasi oleh guru
dan perwakilan orang tua murid.
Tujuan utamaketiga gagasan tersebutditerapkan dalamlingkungan sekolah
yaitu memberantas kekerasan dalam dunia pendidikan Indonesiadan meningkatkan budi pekerti dalam mewujudkan
pendidikan Indonesia yang berkarakter.
Belajar dari lingkungan keluarga yang kemudian diterapkan dalam
lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan sekolah dan masyarakat menjadi
sebuah konsep pendidikan yang mampu mencetak generasi bangsa yang cerdas dan
berkarakter. Tokoh pendidikan
kita Ki Hajar Dewantara, dengan ide-ide cemerlangnya telah membentuk konsep pendidikan yang kemudian menjadi rujukan
utama dalam penyusunan tujuan pendidikan
nasional.
Mari kita dukung kebijakan pemerintah
dalam upaya membenahi dan
memajukan pendidikan nasional. Masih bayak permasalahan dalam dunia
pendidikan yang perlu kita selesaikan. Dukungan dan aksi nyata semua elemen
masyarakat sangat dibutuhkan, terlebih dari lingkungan keluarga. Dengan demikian
berawal dari pendidikan lingkungan keluarga akan mencetak generasi kebanggaan, generasi emas bangsa Indonesia.
Video Gaming Is Not Welcome to YouTube - VIRGINl.CC
ReplyDeleteThe only other option is to watch one live stream every day. You can also watch mp3 juice live games, like sports and online tennis games. If you are